Sabtu, 22 Februari 2014

TUGAS FONOLOGI BAHASA INDONESIA FKIP UIR

Memahmi Tiga Istilah Langage, Langue dan La Parole
Langage adalah sebuah sistem lambang bunyi yang digunakan untuk berkomunikasi dan berinteraksi secara verbal diantara sesama pemakai bahasa. Langage ini bersifat abstrak. [6] dan juga bersifat universal [7], sebab langage adalah satu sistem lambang bunyi yang digunakan manusia pada umumnya, bukan manusia pada suatu tempat atau masa tertentu. Dalam bahasa Indonesia langage bisa dipadankan dengan kata bahasa seperti terdapat dalam kalimatmanusia mempunyai bahasa, binatang tidak. Jadi, penggunaan istilah bahasa dalam kalimat tersebut, sebagai padanan kata langage, tidak mengacu pada salah satu bahasa tertentu, melainkan mengacu pada bahasa umumnya sebagai sarana komunikasi manusia.

Istilah kedua dari konsep de Saussure [8]tentang bahasa adalah langue, [9] langue adalah sebuah sistem lambang bunyi yang digunakan oleh sekelompok anggota masyarakat tertentu untuk berkomunikasi dan berinteraksi dengan sesamanya. Langue mengacu pada satu sistem lambang bunyi tertentu yang jika dipadankan dengan bahasa dalam bentuk kalimat “Joni belajar bahasa Arab, sementara Taufik belajar bahasa Sunda”. Sebagaimana langage, langue juga punya pola, keteraturan, atau kaidah-kaidah yang dimiliki manusia, akan tetapi kaidah-kaidah itu bersifat abstrak alias tidak nyata-nyata digunakan.

Jika istilah langage dan langue bersifat abstrak, maka istilah yang ketiga dari konsep Saussure tentang bahasa yaitu Parole itu bersifat konkret. Karena parole itu merupakan pelaksanaan dari langue dalam bentuk ujaran/tuturan yang dilakukan oleh anggota masyarakat di dalam berinteraksi atau berkomunikasi dengan sesamanya. Dalam bahasa Indonesia bisa dipadankan dengan bahasa dalam kalimat “ Kalau Kiayi Abd Wafi pidato, bahasanya penuh dengan kata demikian”. Jadi parole itu bersifat nyata, dan dapat diamati secara empiris. 
read more “TUGAS FONOLOGI BAHASA INDONESIA FKIP UIR”

Sabtu, 15 Februari 2014

TUGAS III FONOLOGI BAHASA INDONESIA FKIP UIR (POIN 1)

LINGUISTIK TERAPAN

A. Linguistik Antar Disiplin
      Linguistik merupakan suatu disiplin ilmu.Linguistik merupakan ilmu,otonom. Menurut Koentjaraningrat (1977), linguistik termasuk ilmu-ilmu sosial dasar. Sebagai suatu cabang ilmu pengetahuan, tentu mempunyai subdisiplinya. Di bawah ini akan di bicarakan subdisiplin linguistik itu secara garis besarnya. Untuk itu kita dapat melihatnya dari segi :
A.    Linguistik di lihat dari pembidanganya, di lihat dari segi pembidanganya, maka linguistik      dapat dibagi atas :
·         Linguistik umum
      Linguistik umum memberikan gambaran umum tentang suatu bahasa sehingga menghasilkan teori bahasa yang bersangkutan. Pada linguistik umum diberikan ciri umum bahasa manusia, diuraikan secara sederhana, umum, tepat dan objektif.
Linguistik umum memberikan informasi umum mengenai teori prosedur kerja dan paham-paham yang berkembang dalam linguistik.
·         Linguistik Terapan
      Ilmu yang berusaha menerapkan hasil penelitian dalam bidang linguistik untuk keperluan praktis. Linguistik terapan dapat juga dimanfaatkan untuk memecahkan persoalan-peroalan praktis yang banyak sangkut pautnya dengan bahasa. Jadi, linguistik hanya dipakai sebagai alat. Misalnya, dalam pengajaran bahasa, linguistik dapat di manfaatkan untuk mengajarkan bahasa agar perolehan anak akan lebih meningkat.
·         Linguistik Teoritis
      Linguistik teoritis mengutamkan penelitian bahasa dari segi internal. Jadi, meneropong bahasa bahasa dari kegiatan-kegiatan yang di jumpai  dalam bahasa.
Istilah linguistik teoristik hendaknya anda bedakan dengan istilah teori linguistik.
·         Sejarah linguistik
      Dengan sejarah linguistik dimaksudkan sebagai uraian kronologis tentang perkembanagan linguistik dari masa ke masa, dari periode ke periode dengan sejarah itu para ahli dapat mengetahui dan dapat membandingkan periode dengan periode yang lain.
B.     Linguitik dilihat dari segi sifat telaahnya, dari segi sifat telaahnya linguistik dapat di bagi atas:
·         Linguistik Mikro
      Dengan linguistik mikro dimaksudkan sebagai linguistik yang sifat telaahnya lebih sempit. Artinya bersifat internal. Hanya melihat bahasa sebagai bahasa. Meneropong kegiatan-kegiatan yang kita jumpai dalam bahasa saja.
·         Linguistik Makro
      Bersifat luas. Sifat telaahnya eksternal. Meneropong kegiatan bahasa pada bidang-bidang lain, misalnya pada bidang ekonomi, sejarah.
C.     Linguistik dilihat dari segi pendekatan objeknya,telah diketahui bahwa objek linguistik adalah bahasa. Bahasa dapat dilihat secara :
·         Deskriptif
      Melihat bahasa apa adanya. Bahasa yang hidup sekarang, bahasa ketika peneliti sedang mengadakan kegiatan penelitian dan analisis.
·         Historis komparatif
      Membandingkan dua bahasa atau lebih pada periode yang berbeda.
·         Kontrastif
      Membatasi diri pada perbandingan bahasa-bahasa pada periode tertentu atau sezaman.
·         Sinkronis
      Bahasa pada masa tertentu
·         Diakronis
      Ingin mempersoalkan, menguraikan atau menyelidiki perkembangan bahasa  dari masa ke masa
D.    Linguistik dilihat dari segi ilmu lain, bawahan linguistik dapat pula kita lihat dari ilmu-ilmu lain yang tidak sekerabat. Kita dapat melihat linguistik dari psikologis, antropologi, sosiologi dan sebagainya yang menghasilkan nama tersendiri dalam bidang linguistik.
·         Dari Segi Psikologis
      Seorang linguis dapat memanfaatkan psikologi untuk menganalisis perolehan bahasa. Psikolinguistik adalah ilmu yang mempelajari bahasa akibat latar belakang kejiwaan penutur bahasa.
·         Dari Segi Sosiologi
      Seorang linguis dapat memanfaatkan sosiologi untuk menganalisis bahasa yang ia temukan dengan sosio linguistik, kita terpanggil untuk mempelajari dan menyelesaikan konflik bahasa dan perencanaan bahasa di daerah tertentu.
·         Dari Segi Antropologi
      Antropolinguistik mempelajari hubungan antara bahasa, penggunaan bahasa, dan kebudayaan pada umumnya.
·         Dari Segi Aljabar
      Dengan linguistik aljabar dimaksudkan ilmu yang berhubungan dengan sistem-sistem formal yang dapat dipergunakan oleh linguis.
E.     Linguistik dilihat dari segi penerapanya, dibagi menjadi tiga unsur yaitu :
·         Dialektologi
      Dialektologi disebut pula variasi bahasa berdasarkan geografi, tetapi hendaknya kita ingat bahwa dialektologi tidak sama dengan studi tentang dialek. Dialektologi mempelajari serta membanding-bandingkan bahasa-bahasa yang masih serumpun untuk mencari titik persamaan dan titik perbedaanya.
·         Leksikologi
      Dengan leksikologi orang ingin mengetahui munculnya suatu kata pada suatu bahasa, perubahan makna dan bagaimana cara memakai kata-kata itu dalam kehidupan sehari-hari.
·               Leksikostatik
       Leksikostatik adalah ilmu yang mempelajari umur kata sejak mula adanya. Ilmu ini cukup memusingkan kepala karena mempergunakan rumus-rumus statistik. Leksikostatik dapat dimanfaatkan untuk menentukan bahasa induk atau bahasa proto.Linguistik Dilihat dari teori atau aliran yang mendasarinya, Pembagian linguistik atau subdisiplinya dapat pula kita lihat dari sudut teori atau aliran yang mendasarinya. Dalam dunia linguistik, terdapat dua teori yang kemudian berkembang namanya menjadi aliran linguistik yaitu struktur dan transformasi. Dari kedua aliran ini terdapat pula linguistik struktural dan linguistik transformasi.
B. Pengertian Linguistik Terapan
         Kata linguistik berasal dari bahasa Latin lingua yang berarti bahasa. Menurut Pringgodigdo dan Hasan Shadili, sebagaimana dikutip oleh Mansoer Pateda, “linguistik adalah penelaahan bahasa secara ilmu pengetahuan. Linguistik menurut AS Hornby berarti ilmu bahasa atau metode mempelajari bahasa. Sedangkan kata terapan artinya memakai atau menggunakan. Jadi bisa di simpulkan bahwa linguistik terapan adalah pemanfaatan pengetahuan tentang alamiah bahasa yang dihasilkan oleh peneliti bahasa yang dipergunakan untuk meningkatkan keberhasilan tugas-tugas praktis yang menggunakan bahasa sebagai komponen inti.
C. Sejarah Linguistik Terapan
      Di Britania Raya, sekolah pertama linguistik diterapkan diperkirakan telah dibuka di tahun 1957 di Universitas Edinburgh dengan Ian Catford sebagai Kepala. Di Amerika Serikat,
      Sejarah Linguistik Terapan di Indonesia, hingga saat ini studi linguistik di Indonesia belum ada catatan yang lengkap, meskipun studi linguistik di Indonesia sudah berlangsung lama dan cukup semarak. Pada awalnya penelitian bahasa di Indonesia dilakukan oleh para ahli Belanda dan Eropa lainnya, dengan tujuan untuk kepentingan pemerintahan kolonial. Pendidikan formal linguistik di fakultas sastra (yang jumlahnya juga belum seberapa) dan di lembaga-lembaga pendidikan guru sampai akhir tahun lima puluhan masih terpaku pada konsep-konsep tata bahasa tradisional yang sangat bersifat normatif.
      Perubahan baru terjadi, lebih tepat disebut perkenalan dengan konsep-konsep linguistik modern. Pada tanggal 15 November 1975, atas prakarsa sejumlah linguis senior berdirilah organisasi kelinguistikan yang diberi nama Masyarakat Linguistik Indonesia (MLI).
Anggotanya adalah para linguis yang kebanyakan bertugas sebagai pengajar di perguruan tinggi negeri atau swasta dan di lembaga-lembaga penelitian kebahasaan.
D. Objek Kajian Linguistik Terapan
      Objek kajian linguistik terapan tidak lain adalah bahasa, yakni bahasa manusia yang berfungsi sebagai sistim komunikasi yang menggunakan ujaran sebagai medianya; bahasa keseharian manusia, bahasa yang dipakai sehari-hari oleh manusia sebagai anggota masyarakat tertentu, atau dalam bahasa Inggris disebut denganan ordinary language atau a natural language. Ini berarti bahasa lisan (spoken language) sebagai obyek primer linguistik, sedangkan bahasa tulisan (written language) sebagai obyek sekunder linguistik, karena bahasa tulisan dapat dikatakan sebagai “turunan” bahasa lisan.
      Ferdinand De Saussure (1857-1913) seorang ahli linguistik kebangsaan Swiss yang dianggap sebagai bapak linguistik modern menegaskan bahwa objek linguistik mencakup langage, langue dan parole. Langage (Inggris; Linguistic disposition) adalah bahasa pada umumnya, seperti dalam ungkapan “manusia mempunyai bahasa, sedangkan hewan tidak mempunyai bahasa”. Langue (Inggris; language) berarti bahasa tertentu seperti bahasa Inggris, bahasa Arab, bahasa Indonesia dan lain-lain. Sedangkan parole (Inggris; speech) berarti logat, ucapan atau tuturan.
      Sebenarnya kata Language dalam bahasa Inggris meliputi baik langage maupun langue dalam bahasa Perancis. Namun demikian, parole merupakan objek kongkrit linguistik, langue merupakan objek yang sudah lebih abstrak, sedangkan langage merupakan objek yang paling abstrak.Sebenarnya ada beberapa ilmu yang berhubungan dengan linguistik terapan sebagai objek kajiannya, antara lain:
1)Linguistik terapan atau ilmu-ilmu tentang aspek-aspek bahasa; dan dalam hal ini bahasa digunakan dalam arti harfiyah. Inilah yang disebut pure linguistik atau linguistik murni.
2)Ilmu-ilmu tentang bahasa; dan dalam hal ini, istilah bahasa digunakan dalam arti metaforis atau kiasan. Contoh ilmu yang termasuk kategori ini adalah kinesik dan paralinguistik. Kinesik adalah ilmu tentang gerak tubuh atau kial atau language, seperti anggukan kepala, isyarat tangan dan lain-lain. Paralinguistik adalah ilmu yang memusatkan perhatiannya pada aktifitas-aktifitas tertentu yang mengiringi pengucapan bahasa, seperti desah nafas, decak, ketawa, batuk-batuk kecil, bentuk-bentuk tegun seperti ehm, anu, apa itu, apa ya dan lain sebagainya.
3) Ilmu tentang pendapat-pendapat mengenai bahasa. Contohnya metalinguistik, yakni ilmu yang membicarakan seluk beluk “bahasa” yang dipakai untuk menerangkan bahasa yang tercermin dalam istilah studi teori linguistik, studi metode linguistik dan lain-lain.
4)Ilmu-ilmu mengenai ilmu bahasa. Yang termasuk kategori ini adalah studi-studi yang mengkhususkan dirinya pada ilmu linguistik itu sendiri, sperti studi tentang sejarah perjalanan ilmu linguistik, studi linguistik pada abad ke dua puluh dan lain-lain.
   Cabang linguistik yang mempelajari aspek bunyi bahasa adalah fonologi. Tataran morfem atau kata dipelajari dalam morfologi. Tataran frase atau kalimat dibahas dalam sintaksis. Sedangkan aspek makna bahasa dipelajari dalam ilmu tersendiri yang disebut semantik.
   Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa cabang-cabang linguistik ditinjau dari tatarannya terdiri dari fonologi, morfologi, sintaksis dan semantik.Istilah bahasa memang sering disalah fahami oleh orang. Sebagian orang menganggap bahasa mencakup semua sarana yang bisa digunakan sebagai alat komunikasi seperti tulisan, isyarat, gerakan tangan dan bibir yang digunakan oleh kelompok orang tuli dan bisu dan lain-lain. Oleh karena itu perlu ada definisi yang jelas mengenai bahasa yang menjadi objek kajian linguistik. Dalam ilmu linguistik bahasa juga diartikan sebagai alat komunikasi yang dengannya pesan dapat tersampaikan. Namun demikian, ada perbedaan antara bahasa dengan alat komunikasi yang lain berkaitan dengan medianya. Sebagai contoh, dalam tulisan, medianya adalah simbol-simbol tertulis, dalam isyarat medianya adalah gerakan tubuh. Sedangkan dalam bahasa, media yang digunakan untuk berkomunikasi adalah bunyi-bunyi ujaran yang dihasilkan oleh alat organ manusia.
      Dalam perspektif ilmu linguistik, sistim atau alat komunikasi lain yang tidak menggunakan bunyi ujaran sebagai medianya tidak termasuk bidang kajian linguistik. Dari sini jelaslah bahwa objek kajian linguistik adalah sistim bunyi yang terartikulasi dan digunakan oleh manusia dalam komunikasi antar mereka.
      Linguistik terapan menggunakan metode ilmiah seperti metode induktif dan deduktif dalam meneliti bahasa. Metode induktif digunakan dalam menyusun generalisasi dari hasil penelitian yang diambil dari observasi-observasi yang mendalam. Sedangkan metode deduktif digunakan pada saat seorang linguis ingin menguji validitas atas teori atau hukum yang telah mapan sebelum ia melakukan penelitian.
    Ciri ilmu yang terakhir adalah bahwa ilmu itu tidak bersifat statis tetapi dinamis. Kedinamisan linguistik ditandai dengan keterbukaannya terhadap perubahan terutama jika ada data tambahan atau penemuan baru yang menolak teori-teori sebelumnya. Linguistik adalah ilmu yang selalu tumbuh dan berkembang serta senantiasa memperhatikan temuan-temuan baru. Ini berarti mereka yang menyebut dirinya seorang linguis harus bersikap terbuka dan senantiasa menerima kebenaran-kebenaran baru dari hasil penelitian kebahasaan yang ada. Ketika seorang linguis meneliti bahasa dan membuat kesimpulan atas penelitiannya, ia tidak boleh menganggap kesimpulannya sebagai kebenaran final. Apa yang benar pada saat tertentu belum tentu dianggap benar pada saat yang lain akibat adanya bukti atau data yang baru yang menggugurkannya.
      Dengan demikian pencarian kebenaran ilmiah merupakan suatu proses yang tidak akan pernah berhenti, dan inilah kekuatan sebuah ilmu yang akan selalu mengikuti perkembangan zaman dan kemajuan.
  E. Hubungan Linguistik Terapan dengan Pembelajaran Bahasa
      Mengenai kaitan linguistik terapan dan pengajaran bahasa, Soenardji menjelaskan sebagai berikut: Analisis ilmiah atas berbagai gejala yang terumuskan menjadi kaidah fonologik, morfologik dan sintaktis diproses menjadi bahan ajar dalam pengajaran bahasa. Hasil pembahasan akademik dan hasil penelitian yang punya bobot teoritik kebahasaan ditransfer menjadi dalil-dalil pemandu pemakaian bahasa yang baik dan benar melalui kegiatan pendidikan bahasa. Kalau kita umpamakan linguistik dan pengajaran sebagai dua kutub, maka antara dua kutub itu perlu adanya penyambung yang dapat melayani keduanya dengan sebaik-baiknya.
      Selanjutnya Ramelan menyatakan, jika para linguis struktural percaya akan sumbangan linguistik terhadap pengajaran bahasa, maka linguis transformsional tidak pernah mengklaim demikian. 
    Menurut yang terakhir, linguistik adalah suatu ilmu yang otonom, yang mencoba mempelajari bahasa sebagai alat komunikasi yang digunakan manusia tanpa mempertimbangkan kemungkinan teori mereka tentang bahasa dapat diterapkan pada pengajaran bahasa.


Sumber : http://linguistiikkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkk.blogspot.com/2013/05/linguistik-terapan.html
read more “TUGAS III FONOLOGI BAHASA INDONESIA FKIP UIR (POIN 1)”

TUGAS II FONOLOGI BAHASA INDONESIA FKIP UIR (POIN 2)

Sejarah Ejaan di Indonesia 

A.  Pengertian Ejaan
Ejaan adalah aturan tulis menulis. Secara lengkap dapat dikatakan bahwa ejaan adalah keseluruhan peraturan tentang bagaimana melambangkan bunyi-bunyi ujaran dan bagaimana hubungan antarlambang tersebut (pemisahan dan penggabungan dalam suatu bahasa). Secara teknis ejaan adalah aturan tulis-menulis dalam suatu bahasa yang berhubungan dengan penulisan huruf, pemakaian huruf, penulisan kata, penulisan unsur serapan, dan pemakaian tanda baca.
Masalah ejaan adalah masalah tulis-menulis dalam bahasa Indonesia. Dalam usaha memodernkan bahasa Indonesia, cara menulis atau aturan tulis-menulis dalam bahasa Indonesia sangat perlu diutamakan karena tulisan merupakan tempat pencurahan konsep pikir para penulis itu sendiri. Dalam hubungan itu, suatu komunikasi yang dilakukan dengan tulis-menulis (dalam arti komunikasi jarak jauh dengan surat, umpamanya) harus menerapkan ejaan. Oleh sebab itu, materi ejaan akan dipakai oleh semua sasaran pembina bahasa Indonesia. Bagi masyarakat umum, masalah ejaan barangkali saja masih berkutat pada masalah keniraksaraan sehingga masyarakat tersebut harus dibina dalam hal pengenalan aksara latin.

B. Sejarah Perkembangan Ejaan di Indonesia
Bahasa Indonesia yang awalnya berakar dari bahasa Melayu sudah memiliki aksara sejak beratus tahun yang lalu, yaitu aksara Arab Melayu. Di Nusantara ini, bukan saja aksara Arab Melayu yang kita kenal. Kita juga mengenal aksara Jawa, aksara Sunda, aksara Bugis, aksara Bali, aksara Lampung, aksara Kerinci, aksara Rejang, dan aksara Batak. Aksara itu masing-masing memiliki nama, seperti aksara Kaganga dan aksara Rencong (incung).
Ejaan yang diresmikan
1.  Ejaan Van Ophuijsen
Aksara Arab Melayu dipakai secara umum di daerah Melayu dan daerah-daerah  yang telah menggunakan bahasa Melayu. Akan tetapi, karena terjadi kontak budaya dengan dunia Barat, sebagai akibat dari kedatangan orang Barat dalam menjajah di Tanah Melayu itu, di sekolah-sekolah Melayu telah digunakan aksara latin secara tidak terpimpin. Oeh sebab itu, pada tahun 1900, menurut C.A. Mees (1956:30), Van Ophuijsen, seorang ahli bahasa dari Belanda mendapat perintah untuk merancang suatu ejaan yang dapai dipakai dalam bahasa Melayu, terutama untuk kepentingan pengajaran. Jika penyususnan ejaan itu tidak cepat-cepat dilakukan, dikhawatirkan bahwa sekolah-sekolah  tersebut akan menyusun dengan cara yang tidak terpimpin sehingga akan muncul kekacauan dalam ejaan tersebut.
Dalam menyusun ejaan tersebut, Van Ophuijsen dibantu oleh dua orang pakar bahasa dari Melayu, yaitu Engkoe Nawawi Soetan Ma’moer dan Moehammad Thaib Soetan Ibrahim. Dengan menggabungkan dasar-dasar ejaan Latin dan Ejaan Belanda, Van Ophuijsen dan teman-teman berhasil membuat ejaan bahasa Melayu, yang ejaan tersebut lazim disebut sebagai “Ejaan Van Ophuijsen”. Ejaan tersebut diresmikan pemakaiannya pada tahun 1901. Ejaan van Ophuijsen dipakai selama 46 tahun, lebih lama dari Ejaan Republik, dan baru diganti setelah dua tahun Indonesia merdeka. Huruf-huruf yang mendukunng Ejaan Van Ophuijsen adalah sebagai berikut:
Bunyi vokal
A
E
i
o
u
Bunyi diftong
ai
Au
Oi
oe


Bunyi konsonan
B
P
M
g
k
ng

D
T
N
dj
tj
nj

R
S
L
j
h
w
Bunyi hamzah





Bunyi ain





Bunyi trema
Bunyi asing
..
ch

Sj

Z




Dengan adanya ejaan tersebut, kita akan mendapatkan penulisan kata dalam bahasa Melayu sebagai berikut: ajam, elang, ekor, itik, orang, oelar, petai, kerbau, amboi, kapal, galah, tjerah, djala, tikar, darah, pasar, hilah, rasa, lipat, warna, soedah, habis, singa, njanji, mana, tida’, akal, mulai. Pemakaian angka dua menyakan perulangan tidak dibenarkan. Pengulangan penyabutan sebuah kata harus dilakukan dengan menulis secra lengkap kata tersebut.
Ejaan Van Ophuijsen belum dikatakan berhasil karena ia dan teman-temannya mendapat kesulitan memelayukan tulisan beberapa kata yang diambil dari bahasa Arab, yang mempunyai warna bunyi bahasa yang khas. Oleh sebab itu, dia memilih bunyi ch, sj, z, f, secara tidak taat asas karena sudah pula banyak bahasa Arab yang dimelayukan sehingga empat huruf itu tidak terpakai dengan baik. Kemudian, muncul persoalan warna bunyi dari Arab yang disebut hamza dan ain, yang dilambangkannya masing-masing dengan tanda apostrof (‘). Kesukaran-kesukaran itu selalu diperbaiki dan disempurnakan oleh Van Ophuijsen. Ejaan tersebut secara lengkap termuat dalam buku yang berjudul Kitab Logat Melajoe. Pada tahun 1926, sistem ejaan mendapat bentuk yang tetap.

2.  Ejaan Republik (Ejaan Soewandi)
Beberapa tahun sebelum Indonesia merdeka yakni pada masa pendudukan Jepang, pemerintah sudah mulai memikirkan keadaan ejaan kita yang sangat tidak mampu mengikuti perkembangan ejaan internasional. Oleh sebab itu, Pemerintah melalui Menteri Pendidikan dan Kebudayaan melakukan pengubahan ejaan untuk menyempurnakan ejaan yang dirasakan sudah tidak sesuai lagi dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Oleh sebab itu, pada tahun 1947 muncullah sebuah ejaan yang baru sebagai pengganti ejaan Van Ophuijsen. Ejaan tersebut diresmikan oleh Menteri Pendidikan Pengajaran dan Kebudayaan Republik Indonesia, Dr. Soewandi, pada tanggal 19 Maret 1947 yang disebut sebagai Ejaan Republik. Karena Menteri Pendidikan Pengajaran dan Kebudayaan adalah Dr. Soewandi, ejaan yang diresmikan itu disebut juga sebagai Ejaan Soewandi. Hal-hal yang menonjol dalam Ejaan Soewandi atau Ejaan Republik itu adalah sebagai berikut :
Ø Huruf /oe/ diganti dengan /u/, seperti dalam kata berikut
·         goeroe menjdi guru
·         itoe menjadi itu
·         oemoer menjdi umur
Ø Bunyi hamzah dan bunyi sentak ditulis dengan /k/, seperti dalam kata berikut
·         tida’ menjadi tidak
·         Pa’ menjadi Pak
·         ma’lum menjadi maklum
·         ra’yat menjadi rakyat
Ø Angka dua boleh dipakai untuk menyatakan pengulangan, seperti kata berikut
·         beramai-ramai menjadi be-ramai2
·         anak-anak menjadi anak2
·         berlari-larian menjadi ber-lari-2an
·         berjalan-jalan menjadi ber-jalan2
Ø Awalan di- dan kata depan di kedua-duanya ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya, seperti berikut :
diluar (kata depan), dikebun (kata depan), ditulis (awalan), diantara (kata depan), disimpan (awalan), dipimpin (awalan), dimuka (kata depan), ditimpa (awalan), disini (kata depan).
Ø Tanda trema tidak dipakai lagi sehingga tidak ada perbedaan antar suku kata diftong, seperti kata berikut
·         Didjoempaϊ menjadi didjumpai
·         Dihargaϊ menjadi dihargai
·         Moelaϊ menjadi mulai
Ø Tanda aksen pada huruf e tidak dipakai lagi, seperti pada kata berikut
·         ẻkor menjadi ekor
·         hẻran mejadi heran
·         mẻrah menjadi merah
·         berbẻda menjadi berbeda
Ø Di hadapan tj dan dj, bunyi sengau ny dituliskan sebagai n untuk mengindahkan cara tulis
·         Menjtjuri menjdi mentjuri
·         Menjdjual menjadi mendjual
Ø Ketika memotong kata-kata di ujung baris, awalan dan akhiran dianggap sebagai suku-suku kata yang terpisah
·         be-rangkat menjadi ber-angkat
·         atu-ran menjadi atur-an
Ø Huruf-huruf q, x, dan y tidak diatur pemakainnya dalam ejaan. Huruf c hanya dipakai dalam hubungannya dengan huruf ch.

3.  Ejaan Yang Disempurnakan
Pada tanggal 16 Agustus 1972, Ptresiden Republik Indonesia (Bapak Soeharto) meresmikan pemakaian Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan yang lazim disingkat dengan EYD. Peresmian ejaan tersebut berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 57 Tahun 1972. Dengan dasar itu, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan menyebarkan buku kecil yang berjudul Pedoman Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan yang memuat berbagai patokan pemakaian ejaan yang baru. Buku yang beredar yang memuat kaidah-kaidah ejaan tersebut direvisi dan dilengkapi oleh suatu badan yang berada di bawah Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, yang diketuai oleh Prof. Dr. Amran Halim dengan dasar surat keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tanggal 12 Oktober 1972, Nomor 156/P/1972. Hasil kerja komisi tersebut adalah berupa sebuah buku yang berjudul Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan yang diberlakukan dengan surat keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 0196/1975. Bersama buku tersebut, lahir pula sebuah buku yang berfungsi sebagai pendukung buku yang pertama, yaitu buku Pedoman Umum Pembentukan Istilah. Badan itu bernama Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa yang sekarang bernama Pusat Bahasa.
Beberapa hal yang perlu dikemukakan sehubungan dengan Ejaan Bahasa Indonesia yang disempurnakan itu adalah sebagai berikut :
Ø Huruf yang berubah fungsi adalah sebagai berikut
a.    /dj/ djalan menjadi /j/ jalan
b.    /j/ pajung menjadi /y/ payung
c.    /nj/ njanji menjadi /ny/ nyanyi
d.    /sj/ isjarat menjadi /sy/ isyarat
e.    /tj/ tjukup menjadi /c/ cukup
f.     /ch/ achir menjdi /kh/ akhir
Ø Peresmian penggunaan huruh berikut yang sebelumnya belum resmi adalah :
a.    pemakaian huruf /f/ dalam kata maaf, fakir
b.    pemakaian huruf /v/ dalam kata universitas, valuta
c.    pemakaian huruf /z/ dalam kata lezat, zeni
Ø Huruf yang hanya dipakai dalam ilmu eksakta, adalah sebagai berikut
a.    pemakaian huruf /q/ dalam rumus a:b = p:q
b.    pemakaian huruf /x/ dalam istilah Sinar-X
Ø Penulisan di- sebagai awalan dan penulisan di sebagai kata  depan dilakukan seperti berikut :
a.  penulisan awalan di- diserangkaiakan dengan kata yang mengikutinya, seperti dimakan, dijumpai
b.  penulisan kata  depan di dipisahkan dengan kata yang emngikutinya, seperti di muka, di pojok, di antara.
Dalam Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan itu terdapat pembicaraan yang lengkap, yaitu
1.  pembicaraan tentang nama dan penulisan huruf
2.  pembicaraan tentang pemakaian huruf
3.  pembicaraan tentang penulisan kata
4.  pembicaraan tentang penulisan unsur serapan
5.  pembicaraan tentang pemakaian tanda baca.
Dengan lahirnya Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan itu kini kita dapat merasakan bahwa ejaan bahasa kita sudah tidak perlu diubah lagi. Jika ada hal-hal yang perlu dimasukkan ke dalam ejaan yang selama ini tidak diatur dalam ejaan tersebut, cukup ejaan itu direvisi dalam edisi berikutnya.  

read more “TUGAS II FONOLOGI BAHASA INDONESIA FKIP UIR (POIN 2)”